Tren Kredit Otomotif Terkini: Antara Pertumbuhan Penjualan dan Stagnansi Finansial Kendaraan Ramah Lingkungan

Admin/ Juni 13, 2025/ Otomotif

Industri otomotif terkini di tahun 2025 menunjukkan dinamika yang menarik: di satu sisi, sektor penjualan kendaraan secara umum, khususnya yang konvensional, mengalami pertumbuhan yang solid; di sisi lain, pembiayaan untuk kendaraan ramah lingkungan, seperti kendaraan listrik (EV), masih cenderung stagnan. Fenomena ini menciptakan paradoks di tengah upaya global menuju mobilitas berkelanjutan. Memahami tren kontradiktif ini menjadi penting bagi para pelaku industri, pemerintah, dan konsumen untuk merancang strategi ke depan.

Data dari Asosiasi Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) per 31 Mei 2025 menunjukkan bahwa penjualan mobil konvensional (Internal Combustion Engine/ICE) tumbuh 15% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pertumbuhan ini didorong oleh kuatnya permintaan domestik dan beragamnya model yang terjangkau. Bapak Yohanes Gunawan, Sekretaris Umum GAIKINDO, dalam sebuah wawancara pada hari Rabu, 5 Juni 2025, pukul 10.00 WIB, menegaskan bahwa “pasar kendaraan konvensional masih sangat resilien, mencerminkan preferensi dan daya beli sebagian besar konsumen di Indonesia.” Ini adalah gambaran dari otomotif terkini yang dominan.

Namun, di balik angka-angka tersebut, tren di sektor kendaraan ramah lingkungan menunjukkan gambaran yang berbeda. Meskipun penjualan EV menunjukkan pertumbuhan dalam jumlah unit, kontribusinya terhadap total pembiayaan otomotif masih minim, yaitu di bawah 2% per akhir Mei 2025, menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ibu Ani Suryani, Kepala Departemen Pembiayaan Kendaraan Berkelanjutan OJK, dalam sebuah seminar di Jakarta pada hari Kamis, 12 Juni 2025, pukul 14.00 WIB, menyatakan, “Ini menunjukkan bahwa sebagian besar pembelian EV masih didominasi oleh korporasi atau konsumen dengan kemampuan tunai, yang mengurangi kebutuhan akan pembiayaan konvensional.” Kondisi ini menjadi tantangan besar bagi perkembangan otomotif terkini yang lebih hijau.

Beberapa faktor yang berkontribusi pada stagnansi finansial kendaraan ramah lingkungan ini antara lain: harga EV yang relatif tinggi, kurangnya pilihan produk pembiayaan yang inovatif, kekhawatiran konsumen akan infrastruktur pengisian daya, serta persepsi mengenai nilai jual kembali kendaraan listrik. Lembaga pembiayaan cenderung berhati-hati karena volume transaksi yang belum masif dan perlunya penyesuaian model risiko untuk teknologi baru ini.

Dengan demikian, untuk mendorong pertumbuhan otomotif terkini yang lebih seimbang antara penjualan konvensional dan kendaraan ramah lingkungan, diperlukan kolaborasi erat antara produsen, pemerintah, dan lembaga pembiayaan. Insentif yang lebih menarik, diversifikasi produk EV yang terjangkau, dan skema pembiayaan yang inovatif akan menjadi kunci untuk mengubah lanskap finansial kendaraan ramah lingkungan di Indonesia pada tahun 2025.

Share this Post