Autonomous Driving: Kapan Teknologi Mobil Swakemudi Akan Hadir di Indonesia?
Visi mobil yang dapat mengemudi sepenuhnya tanpa intervensi manusia, yang dikenal sebagai teknologi Autonomous Driving, telah mengubah peta jalan industri otomotif global. Namun, bagi Indonesia, pertanyaan kunci yang muncul adalah mengenai jadwal implementasi dan adopsi massal teknologi mobil swakemudi. Meskipun banyak produsen global menargetkan kehadiran Level 3 (otomatisasi bersyarat) pada tahun 2025, realitas di lapangan di Indonesia menunjukkan bahwa adopsi penuh masih memerlukan waktu. Perkembangan di Tanah Air masih didominasi oleh Level 2, yaitu fitur Advanced Driver Assistance Systems (ADAS) yang mengharuskan pengemudi untuk selalu mengawasi dan siap mengambil alih, seperti yang terlihat pada model-model mobil baru yang diluncurkan pada kuartal terakhir tahun 2025 ini.
Tantangan utama yang dihadapi Indonesia untuk menyambut era Autonomous Driving bukan hanya pada ketersediaan teknologi dari pabrikan, melainkan pada tiga pilar utama: regulasi, infrastruktur, dan faktor sosial. Dari sisi regulasi, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) belum secara spesifik mengakomodasi aspek hukum dari kendaraan yang dikendalikan oleh kecerdasan buatan. Hal ini menimbulkan ambiguitas besar mengenai siapa yang bertanggung jawab (pengemudi, pabrikan, atau perangkat lunak) jika terjadi kecelakaan. Sebagai contoh, per Januari 2025, pembahasan mengenai perubahan regulasi untuk menetapkan standar pengujian dan sertifikasi keamanan siber pada mobil otonom masih terus dilakukan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) bersama dengan Kementerian Perhubungan.
Dari perspektif infrastruktur, kondisi jalanan yang dinamis dan kurangnya konsistensi marka jalan, terutama di luar jalur protokol utama, menjadi penghalang utama bagi sensor canggih mobil swakemudi. Algoritma Autonomous Driving memerlukan lingkungan yang sangat terstruktur. Ini berbeda jauh dengan uji coba yang dilakukan di lingkungan tertutup atau kawasan terbatas, seperti prototipe AVA dari ITB yang dipamerkan pada September 2025, yang beroperasi di area yang telah diprogram. Untuk mobil swakemudi dapat beroperasi dengan aman di jalanan Jakarta atau kota besar lainnya, diperlukan investasi masif untuk meningkatkan kualitas marka jalan, rambu lalu lintas digital, hingga penerapan teknologi komunikasi Vehicle-to-Everything (V2X) secara merata.
Faktor sosial juga tidak bisa diabaikan. Kepercayaan publik dan adaptasi terhadap kendaraan tanpa pengemudi memerlukan edukasi yang intensif. Kecelakaan yang melibatkan mobil swakemudi di luar negeri, meski minim, selalu mendapat sorotan tajam, yang berpotensi menimbulkan keraguan di kalangan masyarakat Indonesia. Analisis dari pakar transportasi menunjukkan bahwa untuk memastikan keamanan, mobil swakemudi penuh (Level 4 dan Level 5) baru akan dapat diimplementasikan di Indonesia secara bertahap, dimulai dari layanan robotaxi yang beroperasi di zona terpencil atau terbatas, mungkin sekitar tahun 2030 atau lebih. Dengan mempertimbangkan kompleksitas birokrasi, iklim investasi infrastruktur, dan proses reformasi hukum, adopsi teknologi Autonomous Driving secara penuh dan merata di jalanan umum Indonesia diproyeksikan baru akan terjadi dalam satu dekade ke depan, yakni sekitar tahun 2035.
